VIDEO

Marwah Kota Santri Dicoreng Prilaku Pimpinan Rumah Tahfidz, Rudapaksa Santriwatinya

×

Marwah Kota Santri Dicoreng Prilaku Pimpinan Rumah Tahfidz, Rudapaksa Santriwatinya

Sebarkan artikel ini

METRUM.ID – Marwah kota santri tercoreng dengan adanya kasus rudapaksa atau pencabulan terhadap santriwati berusia 13 tahun di Rumah Tahfidz Daarul Ilmi, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggemparkan masyarakat. Parahnya, pelaku yang akrab disapa Ustadz Ruslan itu merupakan pimpinan lembaga pendidikan berbasis agama Islam tersebut.

Padahal, Ruslan dikenal publik sebagai orang yang paling lantang dalam menentang berbagai jenis kemaksiatan. Dirinya kerap melakukan razia dan sering berorasi dalam berbagai aksi keagamaan. Namun nampaknya, di belakang panggung karakternya jauh berbeda.

Usut punya usut, pesantren milik Ruslan yang sudah berjalan selama sembilan tahun itu juga belum memiliki izin resmi Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSPP) dari Kementerian Agama.

Sejumlah tokoh masyarakat dan ormas keagamaan yang merasa geram mengecam peristiwa ini. Kecaman datang dari Ipa Zumrotul Falihah Direktur Taman Jingga, aktivis perempuan dan anak ini menyebut, siapapun yang memiliki akal akan marah saat mengetahui kejadian ini.

Seniman sekaligus pegiat budaya Cevi Whiesa turut mengecam prilaku tidak senonoh itu. Dia secara khusus menyoroti kultur masyarakat Tasikmalaya yang religius, dengan julukan kota santri.

GP Ansor Kota Tasikmalaya juga turut mengambil sikap. Mereka mengutuk keras tindakan pelecehan seksual ini. Pernyataan sikap ini disampaikan Bubung Nizar selaku ketua dalam akun Facebook GP Ansor Kota Tasikmalaya.

Selain itu, pernyataan serupa juga dikeluarkan oleh Gerakan Ajengan Muda (GAM) melalui Wakil Ketuanya yakni Hadist Munawir Al As’syari.

Pencabulan Santriwati ini jelas mencoreng marwah Kota Tasikmalaya sebagai kota santri. Apalagi, kota ini memiliki Peraturan Daerah (Perda) Tata Nilai Nomor 7 Tahun 2014. Perda tersebut berisi tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Berlandaskan pada Ajaran Islam dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya.

Namun, dengan adanya peristiwa ini Perda tersebut seolah kontradiktif dengan realitas masyarakatnya. Apalagi, pencabulan ini dilakukan oleh seorang tokoh agama.

Bahkan, Perda tersebut juga sempat mendapat komentar miring dari sejumlah pihak. Ada anggapan bahwa Perda ini menghambat masuknya investor dan membatasi ruang-ruang kreativitas, terutama bagi mereka yang berkegiatan dengan basis event. Perda ini seolah dijadikan peluru oleh kelompok yang memiliki kepentingan, misalnya dengan mempersulit perizinan event sekala besar.

Begitu pula dengan Hadist Munawir Al As’syari yang menganggap poin dalam Perda Tata Nilai perlu dikaji ulang. Menurutnya Perda ini terkadang dimanfaatkan oleh sekelompok orang.

Jika demikian, lantas apakah Perda ini masih relevan dengan kultur sosial Kota Tasikmalaya saat ini? Hal ini barangtentu menjadi PR besar bagi jajaran Pemkot Tasikmalaya yang baru, termasuk bagi Walikota dan Wakil Walikota Terpilih, Viman Alfarizi Ramadhan dan Diky Chandra Negara. Beranikah kelak mereka mengkaji ulang Perda ini?

Kini Ruslan harus mendekam di balik jeruji besi akibat perbuatannya itu. Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Herman Saputra menyampaikan, AR telah menjalani pemeriksaan maraton sejak Kamis kemarin hingga Jumat (10/1/2025).

Dia dijerat Pasal 81 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Pasal ini mengatur pidana bagi pelaku persetubuhan dengan anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.