INTERNASIONAL

Iran Jadi Target Israel 2025, Akankah Dapat Dukungan AS?

×

Iran Jadi Target Israel 2025, Akankah Dapat Dukungan AS?

Sebarkan artikel ini
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto: AFP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto: AFP

METRUM.ID – Tahun 2025 bakal menjadi momen penentuan bagi Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan musuh bebuyutannya yaitu Iran.

Netanyahu telah bertekad memperkuat tujuan strategisnya yakni memperketat kendali militer di Jalur Gaza, menghalau ambisi nuklir Iran, serta memanfaatkan kekalahan sekutu-sekutu Teheran seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, dan penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Runtuhnya rezim Assad, tewasnya para pemimpin Hamas dan Hizbullah, dan hancurnya struktur militernya menjadi kemenangan besar bagi Netanyahu. Tanpa Suriah, aliansi yang dibangun Iran selama puluhan tahun berhasil diruntuhkan. Melemahnya pengaruh Iran, Israel kini menjadi kekuatan utama di kawasan.

Dia tengah bersiap menargetkan ambisi nuklir dan program rudal Iran, dengan tekad membongkar dan menetralkan ancaman strategis tersebut terhadap Israel.

Menurut pengamat Timur Tengah, Iran dihadapkan pada pilihan sulit, melanjutkan program pengayaan nuklir atau mengurangi aktivitas atomnya dan menyepakati perundingan.

“Iran sangat rentan terhadap serangan Israel, terutama terkait program nuklirnya,” kata Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di International Crisis Group Joost R. Hiltermann seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (21/12/2024).

“Saya tidak akan terkejut jika Israel melancarkan serangan, meskipun hal itu tidak akan sepenuhnya menghilangkan ancaman Iran.” sambungnya.

Sementara itu, analis Palestina Ghassan al-Khatib menuturkan, “Jika mereka (Iran) tidak mundur, Donald Trump dan Netanyahu kemungkinan akan melakukan serangan karena saat ini tidak ada yang bisa menghentikan mereka.” katanya.

Khatib menilai kepemimpinan Iran yang sebelumnya pragmatis, mungkin akan bersedia berkompromi menghindari konfrontasi militer.

Trump telah menarik Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan enam negara besar, yang bertujuan membatasi ambisi nuklir Teheran. Dia diperkirakan akan memperketat sanksi terhadap industri minyak Iran, meskipun banyak kritikus yang mendukung diplomasi sebagai solusi jangka panjang yang lebih efektif.

Donald Trump telah menarik Amerika Serikat (AS) dari perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan enam negara besar. Tujuannya membatasi ambisi nuklir Teheran. Trump diperkirakan akan memperketat sanksi terhadap industri minyak Iran, meski banyak kritikus yang mendukung diplomasi sebagai solusi jangka panjang yang lebih efektif.

Sikap Negara-negara Arab dan Amerika Serikat

Persidangan korupsi Netanyahu yang dilanjutkan pada Desember ini berperan penting dalam menentukan apa keputusannya. Untuk kali pertama sejak perang Jalur Gaza yang dimulai pada 2023, dia hadir dalam proses persidangan yang berbuntut memecah belah masyarakat Israel.

Dengan selesainya tahun ini, Netanyahu diprediksi akan menyetujui perjanjian gencatan senjata dengan Hamas, menyudahi perang Gaza yang telah berlangsung selama 14 bulan. Menurut sumber yang dekat dengan negosiasi, perjanjian ini juga diharapkan dapat membebaskan sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza.

Kendati demikian, Jalur Gaza diperkirakan akan tetap berada di bawah kendali militer Israel. Kecuali AS memiliki rencana pascaperang, mengharuskan Israel menyerahkan kekuasaan kepada Otoritas Palestina, yang mana hal itu sesuatu yang ditolak Netanyahu.

Upaya terbentuknya negara Palestina terus dikesampingkan oleh Israel, menggambarkan hal sulit terealisasi. Pemerintah Pemukim Israel optimistis bahwa Trump akan sangat mendukung pandangan mereka, setelah dilantik Januari mendatang.

Tekanan yang kian membesar terhadap warga Palestina semakin jelas, salah satu yang menunjukkan hal itu adalah papan reklame jalan raya di beberapa wilayah Tepi Barat, bertuliskan pesan dalam bahasa Arab “Tidak Ada Masa Depan di Palestina”. Termasuk lonjakan kekerasan pemukim dan meningkatnya kepercayaan diri gerakan pemukim.

“Bahkan jika pemerintahan Trump mendorong diakhirinya konflik, resolusi apa pun akan sesuai dengan persyaratan Israel,” kata Hiltermann dari Crisis Group.

“Sudah berakhir jika menyangkut Negara Palestina, tetapi orang-orang Palestina masih ada di sana.” imbuhnya.

Beberapa kemenangan diplomatik telah diraih Netanyahu, termasuk “Kesepakatan Abad Ini”. Sebuah rencana perdamaian yang didukung AS dan diluncurkan Trump pada 2020 untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Jika rencana itu diterapkan, akan menandai perubahan besar dalam kebijakan AS dan perjanjian internasional. Secara terang-terangan, AS berpihak pada Israel dan menyimpang jauh dari kerangka kerja perdamaian yang selama ini memandu jalannya negosiasi.

Rencana itu akan memberi Israel hak untuk mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat yang tengah diduduki. Termasuk permukiman Israel dan Lembah Yordan, dan juga akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi, yang secara efektif menolak klaim Palestina atas Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka sesuai resolusi PBB.

Sementara itu, negara-negara Arab tampak ‘dingin’, tidak terlihat upaya menekan Israel untuk berkompromi atau mendorong Otoritas Palestina yang sedang lemah, dengan tujuan memperbarui kepemimpinannya agar bisa mengambil alih.

“Israel akan tetap berada di Gaza secara militer di masa mendatang karena penarikan pasukan apa pun membawa risiko Hamas melakukan re-organisasi. Israel percaya bahwa satu-satunya cara untuk mempertahankan prestasi militernya adalah dengan tetap berada di Gaza,” kata Khatib kepada Reuters.

Bagi Netanyahu, hasil ini akan menjadi kemenangan strategis, memperkuat status quo yang sesuai dengan visinya yairu mencegah terbentuknya Negara Palestina. Seraya memastikan kendali jangka panjang Israel atas Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Negara Palestina di masa mendatang.

Sebagai pengingat, perang di Jalur Gaza dimulai saat Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober 2023, yang diklaim Israel menewaskan 1.200 orang dan menyandera 250 orang. Israel membalas dengan serangan udara dan darat yang berakibat 45.000 orang kehilangan nyawa. Menurut otoritas kesehatan setempat, serangan itu mengakibatkan 1,2 juta orang mengungsi dan menghancurkan sebagian besar Jalur Gaza.

Meskipun fakta gencatan senjata akan segera mengakhiri permusuhan, namun pejabat Arab dan Barat meyakini hal ini tidak akan menyelesaikan konflik Palestina-Israel yang sudah berkecamuk selama puluhan tahun.