NASIONAL

Ngabuburit: Tradisi Orang Sunda di Bulan Ramadan

×

Ngabuburit: Tradisi Orang Sunda di Bulan Ramadan

Sebarkan artikel ini
Ngabuburit: Kebiasaan Orang Sunda Jelang Buka Puasa
Ngabuburit: Kebiasaan Orang Sunda Jelang Buka Puasa. Foto: RRI

METRUM.ID – Istilah ngabuburit sudah begitu familiar di telinga masyarakat Indonesia. Ngabuburit adalah istilah yang merujuk pada kegiatan menunggu waktu berbuka puasa saat bulan Ramadan.

Ngabuburit ini berasal frase bahasa Sunda “ngalantung ngadagoan burit”, dengan akar kata “burit” yang berarti sore atau petang. Dengan tambahan prefiks “nga-“, terbentuklah kata kerja “ngabuburit” yang secara harfiah berarti melakukan aktivitas untuk menunggu waktu sore tiba.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ngabuburit diartikan sebagai ‘menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan’. Definisi ini menekankan bahwa ngabuburit adalah kegiatan yang khusus dilakukan saat bulan puasa, di mana umat Muslim menanti waktu berbuka dengan berbagai aktivitas.

Asal-usul istilah ngabuburit tidak terlepas dari budaya masyarakat Sunda. Pada masa lalu, tradisi ini diisi dengan kegiatan keagamaan seperti pesantren kilat, mendengarkan ceramah di mesjid, pupujian, hingga tadarusan (membaca Al-Qur’an bersama-sama).

Selain itu, masyarakat Sunda juga memiliki tradisi ngabuburit yang khas, seperti mandi bersama di Leuwi Pajati setelah Ashar, menangkap ikan dan udang untuk menu berbuka, atau mencari belut di sawah.

Seiring berjalannya waktu, istilah ngabuburit menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan mengalami perluasan makna. Pada era 1980-an, istilah ini semakin sering muncul di berbagai media seperti koran dan radio, merujuk pada kegiatan sore yang dilakukan sembari menunggu azan maghrib sebagai penanda waktu berbuka puasa.

Kini, ngabuburit tidak hanya digunakan oleh masyarakat Sunda saja, tetapi juga menjadi bagian dari budaya populer di seluruh Indonesia. Di berbagai daerah dilansir antaranews, ngabuburit diisi dengan berbagai aktivitas yang mencerminkan kearifan lokal.

Misalnya, di Sumatera Barat, masyarakat memiliki tradisi “malenggang puaso” yang berarti berjalan-jalan sambil menunggu waktu berbuka. Di Jawa, masyarakat sering mengadakan pasar kaget atau bazar Ramadan yang menjajakan berbagai makanan dan minuman untuk berbuka. Sementara itu, di Aceh, tradisi “meugang” dilakukan dengan memasak dan membagikan daging kepada keluarga dan tetangga menjelang Ramadan.

Perkembangan teknologi dan media sosial juga mempengaruhi cara masyarakat menjalani ngabuburit. Banyak yang memanfaatkan waktu menjelang berbuka dengan mengikuti kajian online, berbagi resep masakan untuk berbuka, atau sekadar berbincang dengan teman dan keluarga melalui platform digital. Meskipun cara dan bentuknya berubah, esensi ngabuburit sebagai waktu untuk berkumpul dan berbagi tetap terjaga.

Dari masa ke masa, kegiatan ini terus berkembang dan beradaptasi sesuai dengan perubahan zaman, namun tetap mempertahankan makna utamanya sebagai waktu untuk menunggu berbuka puasa dengan kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan.