Menjelang satu dekade, Shalam NTT teguhkan visi ekologis lewat pelantikan pengurus baru
METRUM.ID – Seremoni pelantikan badan pengurus Sahabat Alam (Shalam) NTT periode 2025/2026 berlangsung hangat dan penuh semangat ekologis.
Acara ini digelar Sabtu siang pada 12 April, dengan rangkaian kegiatan yang memadukan semangat organisasi, refleksi perjuangan, dan harapan masa depan bagi gerakan lingkungan hidup di Nusa Tenggara Timur.
Acara dimulai pukul 12.20 WITA dengan sambutan dari pembawa acara, dilanjutkan doa pembuka pada pukul 12.28.
Seluruh peserta kemudian menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya tiga stanza—simbol tekad menjaga tanah air, termasuk alamnya yang makin tergerus.
Puncak awal acara diisi oleh sambutan Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, yang menggarisbawahi pentingnya menjaga “sisa-sisa peradaban sumber daya yang masih tersisa.”
Ia menyampaikan selamat kepada para pengurus terpilih dan menekankan bahwa perjuangan menjaga alam adalah kerja lintas generasi.
“Shalam harus menjadi milik semua orang,” tegas Umbu, seraya menyoroti pentingnya membangun basis Shalam di kampus-kampus seluruh NTT.
Ia mengingatkan bahwa tahun 2026 nanti, Shalam akan genap berusia 10 tahun.
“Momen ini adalah masa transisi penting, dan kerja-kerja lingkungan tidak boleh terputus,” ujarnya.
Ia juga menyambut baik penetapan Sumba sebagai lokasi Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH), seraya berharap Shalam mengambil bagian dalam momentum nasional tersebut.
Pada pukul 12.51 Wita, surat keputusan (SK) pengesahan kepengurusan Shalam dibacakan oleh Horiana Yolanda Haki, Staf Kampanye dan Advokasi Walhi NTT disusul pembacaan struktur pengurus periode 2024/2025.
SK kemudian diserahkan secara resmi kepada Ketua terpilih oleh Deputi Walhi NTT, Yuvensius Stefanus Nonga.
Dalam sambutannya, Ketua Shalam NTT periode 2025/2026, Jordan W. Atama, menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Ia menegaskan bahwa Shalam hadir menjawab permasalahan lingkungan yang semakin masif di NTT.
“Shalam adalah tempat belajar bersama, tidak hanya bagi badan pengurus, tetapi semua yang peduli pada alam,” katanya.
Salah satu alumni angkatan pertama Shalam turut memberikan kesan.
Yuvra mengenang momen pelantikan mereka di Pubabu-Besipae—salah satu lokasi simbolis perjuangan agraria dan ekologis di NTT.
Ia mengaku nilai-nilai perjuangan Shalam terus hidup dalam dirinya, bahkan setelah berkiprah sebagai ketua komunitas gereja.
“Saya menerapkan nilai itu dalam tiap program kerja dalam bentuk konservasi lingkungan,” katanya.
Acara ditutup dengan sesi foto bersama—simbol kolektifitas dan semangat yang ingin terus diwariskan oleh Shalam kepada kader hijau selanjutnya.