REGIONAL

Infrastruktur Terlupakan, Warga Bergerak! Kepala Desa Bilal Turut Membaur

×

Infrastruktur Terlupakan, Warga Bergerak! Kepala Desa Bilal Turut Membaur

Sebarkan artikel ini
Hari Ke-2 aksi swadaya warga Desa Bilal, Ipiebang, Lelenbala dan Dawataa. (Metrum.id/M Izhul).
Hari Ke-2 aksi swadaya warga Desa Bilal, Ipiebang, Lelenbala dan Dawataa. (Metrum.id/M Izhul).

METRUM.ID – Semangat gotong royong kembali menyala di Wilayah Terong Kiwang. Di hari kedua aksi swadaya, Kamis (1/5), ratusan warga, sopir angkutan, dan pemuda dari berbagai desa termasuk Bilal, Dawataa, Ipiebang, dan Lelen Bala kembali menyingsingkan lengan baju demi satu tujuan: memperbaiki jalan rusak dan berlubang yang selama ini menghubungkan dari Desa Terong dengan wilayah sekitar yaitu Desa Bilal dan desa-desa lainnya.

Jalan yang dimaksud bukan sekadar lintasan biasa. Ia menjadi nadi penggerak ekonomi, jalur pendidikan, dan akses utama menuju fasilitas kesehatan. Namun bertahun-tahun dibiarkan rusak, tanpa perhatian berarti. Dari situlah inisiatif swadaya ini tumbuh—bukan sekadar karena keresahan, tetapi karena kesadaran akan pentingnya kebersamaan dalam menghadapi masalah yang selama ini seolah luput dari sorotan.

Sejak Selasa (29/4), gerakan spontan ini menggeliat. Mobil-mobil pribadi dikerahkan untuk mengangkut material, para sopir turun langsung mengatur dan menata batu kerikil, pemuda desa saling bahu-membahu mencangkul, meratakan, dan menambal lubang-lubang jalan yang selama ini menjadi momok bagi pengendara.

Yang menarik, aksi ini tak hanya diisi oleh warga biasa. Kepala Desa Bilal, Bapak Taher Mahmud, turut hadir dan bahkan ikut bekerja di sejumlah titik yang paling rusak. Dengan cangkul di tangan, ia menyatu bersama warga tanpa sekat jabatan.

“Kita tidak bisa terus menunggu uluran tangan dari luar. Jalan ini adalah kepentingan bersama. Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi?” ujar Taher Mahmud saat diwawancarai di sela kegiatan. “Saya sangat mengapresiasi semangat yang ditunjukkan oleh warga. Ini bukti nyata bahwa kebersamaan bisa menjadi kekuatan yang luar biasa.”

Menurutnya, inisiatif ini adalah bentuk perlawanan warga terhadap ketidakpedulian terhadap infrastruktur desa. Ia berharap, gerakan ini menjadi alarm moral bagi para pemangku kebijakan untuk segera mengambil langkah konkret.

“Ini bukan hanya soal tambal jalan. Ini tentang rasa memiliki, kepedulian, dan keinginan untuk maju bersama. Warga sudah berbicara lewat aksi nyata, sekarang saatnya semua pihak mendengar,” imbuhnya.

Sepanjang hari, suara alat kerja berpadu dengan gelak tawa dan semangat juang para relawan. Warga dari desa sekitar turut hadir membawa makanan dan minuman, mendukung dengan apa pun yang mereka bisa. Suasana itu menghadirkan harapan, bahwa ketika kepercayaan pada sistem mulai luntur, masyarakat masih punya satu pegangan: kekuatan kolektif.

Aksi ini diharapkan tidak berhenti sebagai kegiatan simbolik. Warga menanti tindak lanjut nyata dari pemerintah dan pihak-pihak terkait agar akses vital tersebut benar-benar mendapat perhatian serius, sebagaimana layaknya sebuah kebutuhan mendasar. ***