REGIONAL

Arkopling, Kopi Kecil yang Punya Mimpi Besar

×

Arkopling, Kopi Kecil yang Punya Mimpi Besar

Sebarkan artikel ini
Heribertus Arman, mahasiswa semester enam Unika Santu Paulus Ruteng, tengah melayani pembeli di gerobak kopinya yang terparkir di depan kampus. Usaha yang diberi nama “Arkopling” (Arman Kopi Keliling) ini menjadi jalan kemandirian Arman.
Heribertus Arman, mahasiswa semester enam Unika Santu Paulus Ruteng, tengah melayani pembeli di gerobak kopinya yang terparkir di depan kampus. Usaha yang diberi nama “Arkopling” (Arman Kopi Keliling) ini menjadi jalan kemandirian Arman.

METRUM.ID – Heribertus Arman, mahasiswa jurusan Agronomi semester enam di Fakultas Pertanian dan Peternakan Unika Santu Paulus Ruteng, mendadak jadi sorotan publik. Bukan karena prestasi akademik semata, tetapi karena pilihan hidupnya yang penuh inspirasi: berjualan kopi keliling sepulang kuliah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua adik kembarnya yang tinggal bersamanya di kos.

Lahir di Kampung Lendo, Gunung Baru, Arman adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Sejak semester tiga, ia pernah menjadi tukang ojek demi mencari uang makan, biaya fotokopi, dan keperluan harian lainnya. Namun, karena merasa persaingan di dunia ojek terlalu padat, ia memutuskan beralih profesi. Terinspirasi dari suasana ramai dan kekinian di Natas Labar Ruteng yang menjadi tempat tongkrongan anak muda, Arman mencoba konsep unik: berjualan kopi asli (bukan kopi sachet) keliling menggunakan gerobak.

Usaha yang diberi nama Arkopling (Arman Kopi Keliling) itu ia jalankan dengan penuh tekad. Awalnya, ia tak memiliki gerobak sendiri, sampai akhirnya menyewa tukang untuk membuatkan gerobak kopi khusus. Kini, Arman membawa gerobaknya ke mana pun ia pergi. Bahkan saat kuliah, gerobaknya tak pernah jauh darinya. Saat jeda istirahat, ia akan kembali menjajakan dagangannya—kopi asli racikannya sendiri dan minuman ringan seperti pop ice.

Pilihan Arman untuk bekerja bukan karena orang tuanya tidak mampu. Justru sebaliknya, Arman ingin mandiri dan tidak menambah beban keluarga. Ayahnya adalah pensiunan PNS yang masih harus menanggung banyak kebutuhan saudara-saudaranya. “Saya ingin bisa hidup dari hasil keringat sendiri. Saya tidak mau orang mengasihani saya, cukup didukung saja,” katanya.

Viralnya kisah Arman di media sosial beberapa hari terakhir membawa berkah tersendiri. Banyak pelanggan baru yang datang, bukan hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi juga para pegawai dan masyarakat umum yang pulang kerja. Di trotoar Ruteng yang dingin, secangkir kopi dari gerobak Arman kini jadi pilihan.

Respon dari orang tua dan keluarga pun sangat positif. Mereka bangga karena Arman tidak gengsi dan tidak malu menjalani usaha kecil yang halal dan penuh kerja keras. Bahkan banyak warganet di Facebook memuji semangat Arman dan memberikan komentar positif atas perjuangannya.

“Saya sudah terbiasa kerja sejak lama. Jadi, untuk teman-teman mahasiswa lain, jangan malu bekerja. Kita bisa bantu orang tua dengan cara kita sendiri. Jangan gengsi, yang penting halal dan bermanfaat,” pesan Arman yang kini justru bangga dengan keputusannya.

Di tengah hiruk-pikuk dunia kampus dan anak muda yang penuh gengsi, Arman hadir sebagai pengingat bahwa perjuangan tak selalu datang dari podium atau ruang kelas, tapi juga dari trotoar dan segelas kopi hangat. Ia tidak meminta dikasihani—hanya berharap didukung. Di balik gerobak kecilnya, ada mimpi besar yang ia racik setiap hari: menjadi anak muda yang bertanggung jawab, mandiri, dan tetap punya harapan, meski hidup tak selalu mudah.