Oleh: Sajak Lama
Mari berkelana tanpa rencana,
biarkan kaki melangkah ke mana cahaya membawa,
ke sudut-sudut dunia yang belum terpetakan,
ke jalan-jalan yang namanya pun tak kita tahu.
Biarkan angin menjadi kompas kita,
mengarahkan langkah ke timur atau barat,
tidak peduli ke mana ia membisikkan arah,
sebab setiap tujuan menjadi benar ketika bersamamu.
Biarkan semesta menjadi pemandu jiwa,
menggerakkan bintang-bintang jadi penunjuk arah,
merangkai kebetulan-kebetulan kecil menjadi takdir,
membawa kita pada tempat-tempat yang memang ditakdirkan untuk kita singgahi.
Aku ingin melihat matahari terbit di gunung tertinggi,
tapi bukan keemasan langit yang akan aku tatap lama,
melainkan pantulan cahaya itu di matamu,
cara senyummu merekah ketika fajar menyapa.
Aku ingin berdiri di tepi pantai paling indah,
merasakan pasir putih di antara jari-jari kaki,
tapi semua ombak yang bernyanyi di telinga
takkan semanis tawa lepasmu yang berpadu dengan angin laut.
Karena apa gunanya pemandangan terindah,
jika tidak ada kamu untuk kuajak berbagi heran?
Apa arti puncak gunung yang menjulang megah,
jika tidak ada tanganmu yang kuraih saat kita sampai di sana?
Setiap tempat indah akan sia-sia,
seperti lukisan tanpa yang memandang,
seperti lagu tanpa yang mendengar,
seperti surga tanpa jiwa yang mencintai.
Dan aku tidak ingin berkelana melihat keindahan dunia,
aku ingin berkelana mengagumi kehadiranmu di dalamnya
cara rambutmu bergoyang saat angin gunung berhembus,
cara matamu berbinar saat kita tersesat di kota asing,
cara tanganmu meremas tanganku saat kita melintasi jembatan gantung,
cara kau tertawa ketika hujan tiba-tiba mengguyur kita di tengah jalan.
Kau adalah alasan setiap tempat menjadi istimewa,
kau yang mengubah jalanan biasa menjadi petualangan,
kau yang membuat setiap momen menjadi kenangan,
kau yang menjadikan dunia ini layak dijelajahi.
Maka mari berkelana tanpa rencana,
tidak perlu peta, tidak perlu itinerary,
tidak perlu tahu hotel di mana kita menginap malam ini,
tidak perlu khawatir besok kita akan ke mana.
Biarkan kaki membawa kita ke mana ia mau,
biarkan hati memutuskan kapan kita berhenti,
biarkan mata memilih pemandangan mana yang ingin kita pandangi lama,
sebab aku tahu, kemana pun kita pergi, aku akan selalu pulang
pulang pada senyummu,
pulang pada kehangatan tanganmu,
pulang pada kedamaian bersamamu,
pulang pada rumah yang bukan tempat, tapi dirimu.
Dan suatu hari nanti, ketika kita tua dan lelah untuk berjalan jauh,
kita akan duduk berdua di teras rumah kita,
membuka album foto lusuh yang sudah menguning,
tertawa mengingat semua jalan yang pernah kita lalui tanpa peta,
semua tempat yang kita temukan tanpa sengaja,
semua momen ketika kita tersesat dan justru menemukan sesuatu yang lebih indah.
Dan aku akan memelukmu erat,
berbisik lembut di telingamu:
“Terima kasih telah menjadi alasan setiap tempat menjadi rumah,
terima kasih telah menjadi pemandangan terindah dalam setiap perjalananku.”
Karena pada akhirnya, bukan tempat-tempat yang kita kunjungi yang membekas,
tapi kamu
selalu kamu,
yang membuat setiap perjalanan menjadi berarti.












