METRUM.ID – Rapat pleno penghitungan suara. hasil Pemilihan Suara Ulang (PSU) yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, diwarnai aksi unjuk rasa ratusan massa, Rabu (23/4/2025).
Demonstran mendesak KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusut tuntas dugaan politik uang yang mencuat selama masa tenang menjelang PSU Pilkada Kabupaten Tasikmalaya pada 19 April lalu.
Koordinator lapangan aksi dari Forum Gunung Pangajar Tasikmalaya, Abdul Aziz, menegaskan maraknya dugaan politik uang telah mencederai proses PSU. “Saya mewakili Forum Gunung Pangajar menerima banyak kekecewaan, dan ini bukan soal keberpihakan pasangan calon, tapi bentuk kepedulian terhadap proses penyelenggaraan yang harus benar-benar diperbaiki,” kata Aziz dalam orasinya.
Aziz menyebut, pelaksanaan demokrasi yang digelar ulang akibat putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan hasil Pilkada 2024, justru kembali tercoreng. “PSU ini hanya instruksi pimpinan saja tapi tidak memberikan esensi bahwa sebuah proses demokrasi ini yang benar-benar menentukan Kabupaten Tasik akan dibawa ke mana,” ujarnya.
Temuan Dugaan Politik Uang
Pada masa tenang PSU Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, beredar video dugaan politik uang yang dilakukan tim paslon nomor urut 2 Cecep-Asep. Video berdurasi 1 menit 25 detik yang tersebar menunjukkan latar belakang layanan kesehatan.
Terdengar dua orang perempuan tengah berbincang. Salah seorang mengaku mendapatkan uang dari pasangan calon nomor urut 2 yakni Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Al-Ayubi.
“Tah ieu nomor 2 sa-RT meunang. Naon eta mah mere, basa qurban mere, enggeus we tiap nyoblos mere 100, basa eta mah 200. (Nah ini se-RT dapat. Apa itu mah waktu itu ngasih, udah kurban ngasih, pas pencoblosan ngasih 100, kemarin 200,” kata perempuan yang hanya terekam tanganya dengan bahasa Sunda.
Dalam video itu juga terekam stiker bergambar paslon 02 Cecep Nurul Yakin dan Asep Sopari Alayubi. Di balik stiker juga ada replika surat suara.
Selain itu, beredar pula seorang ibu yang mengaku mendapatkan amplop berisi uang 100 ribu. Saat ditanya, perempuan yang mengenakan daster motif batik coklat hitam itu mengaku sudah mendapatkan uang 100 ribu dari pasangan calon nomor 2.
Berujung Gugatan ke Mahkamah Konstitusi
PSU Kabupaten Tasikmalaya memungkinkan kembali berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan dua paslon yaitu, paslon nomor urut 03 Ai Diantani-Iip Miftahul Paoz dan paslon nomor urut 01 Iwan Saputra-Dede Muksit Aly.
Juru Bicara Tim Gabungan Ai Diantani-Iip Miftahul Paoz, Aep Syarifudin menuding PSU di Kabupaten Tasikmalaya penuh dengan kecurangan yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan masif. Salah satunya, kata dia, terkait dugaan politik uang sebelum pencoblosan.
“Pelaksanaan PSU ini menurut penelitian kami sifatnya sangat bar-bar,” kata Aep dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).
Aep menegaskan, gugatan ini sebagai sikap pasangan Ai-Iip yang tidak mengakui kemenangan pasangan Cecep Nurul Yakin-Asep Sopari Al Ayubi di PSU Kabupaten Tasikmalaya. Dia mengaku sudah menyerahkan bukti-bukti kecurangan ke tim kuasa hukum.
“Anjloknya perolehan suara pasangan Ai-Iip pada PSU ini bukan diakibatkan karena kader partai pengusung tidak bekerja. Tapi, karena adanya dugaan kecurangan yang terjadi selama tahapan pelaksanaan PSU,” tandas Aep.
Sementara Iwan Saputra melihat, ada pelanggaran serius dalam pelaksanaan PSU di Kabupaten Tasikmalaya. Salah satunya, kata dia, adanya praktik politik uang secara masif dan terjadi di hampir 351 desa.
“Praktik politik uang itu melibatkan perangkat desa hingga ke tingkat RT, diduga dilakukan oleh tim pemenangan paslon lain,” kata Iwan, Selasa (22/4/2025).
Selain politik uang, kata Iwan, dalam pelaksanaan PSU juga terjadi pelanggaran administrasi. Kata dia, ada pasangan calon yang tidak memenuhi syarat diloloskan oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya.
“Kita menjadikan landasan hukum penyelenggaraan PSU tentang putusan MK, Nomor 129 terkait calon legislatif (caleg) atau anggota DPRD terpilih dilarang mundur (saat maju menjadi kepala daerah),” tutur Iwan.
Kejanggalan lainnya, beber Iwan, adanya kesalahan penulisan pada surat suara yang masih mencantumkan “Pilkada 2025”, bukan “PSU 2025”, seperti yang seharusnya sesuai amar putusan MK. Padahal, kata dia, seharusnya di surat suara tertera atau tertulis PSU 2025.
“Kalau seperti ini, berarti tidak melaksanakan putusan MK,” tambahnya.
Iwan lantas menegaskan, dengan deretan dugaan pelanggaran tersebut, pihaknya merasa perlu membawa masalah kecurangan dan pelanggaran PSU ke MK. Dia mengatakan, seluruh saksi paslon 01 di 39 kecamatan menolak menandatangani berita acara hasil rapat pleno penghitungan suara tingkat kecamatan pada Senin (21/4/2025).
“Kami berharap PSU ini bisa memperbaiki kualitas demokrasi, tapi ternyata jauh sekali dari harapan,” keluhnya.
Tindakan Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya
Hingga kini, Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya masih melakukan inventarisasi laporan dugaan pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2025.
Ketua Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya Dodi Juanda menyampaikan, pihaknya masih membuka ruang bagi masyarakat yang ingin melapor jika menemukan pelanggaran selama proses PSU.
“Kami terbuka untuk menerima laporan atau aduan dari masyarakat. Sampai hari ini, kami masih merekap apakah jumlah laporan bertambah atau tidak,” kata Dodi di sela Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Hasil PSU tingkat kabupaten, Rabu (23/4/2025).