PENDIDIKAN

Komunitas Sastra Dusun Flobamora Rayakan 14 Tahun Berkarya: Menyemai Sastra, Merawat Persaudaraan

×

Komunitas Sastra Dusun Flobamora Rayakan 14 Tahun Berkarya: Menyemai Sastra, Merawat Persaudaraan

Sebarkan artikel ini
Komunitas Sastra Dusun Flobamora merayakan hari jadinya yang ke-14 di Ruangan SMPK St. Yoseph Naikoten, Kecamatan Kota Raja, Kota kupang, Pada Rabu (19/2/2025)
Komunitas Sastra Dusun Flobamora merayakan hari jadinya yang ke-14 di Ruangan SMPK St. Yoseph Naikoten, Kecamatan Kota Raja, Kota kupang, Pada Rabu (19/2/2025)

 

METRUM.ID – Komunitas Sastra Dusun Flobamora merayakan hari jadinya yang ke-14 di ruang SMPK St. Yoseph Naikoten, kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, pada Rabu ( 19/2/2025)

Perayaan ini menjadi momentum refleksi perjalanan komunitas yang sejak 2011 terus berupaya menjadi wadah bagi para penulis dan pecinta sastra di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Romo Amanche Franck Oe Ninu pr, pendiri sekaligus ketua komunitas, dalam wawancara langsung dengan METRUM. ID, mengenang awal mula terbentuknya Dusun Flobamora sebagai ruang bagi anak-anak muda yang memiliki kegelisahan dalam menulis dan ingin berbagi ide.

“Dulu, kami hanyalah kumpulan anak-anak muda yang menulis di media lokal dan ingin memiliki ruang diskusi. Maka, kami mendeklarasikan komunitas ini. Setahun kemudian, pada Mei 2012, kami meluncurkan jurnal sastra Santarang sebagai wadah bagi cerpen, puisi, esai, dan pantun,” ungkapnya.

Sejak awal, Dusun Flobamora beroperasi secara mandiri. “Kami cetak sendiri, terbitkan sendiri, distribusi sendiri,” kata Romo Amanche. Meski sering menghadapi kendala finansial, komunitas ini tetap bertahan. Kini, setelah 14 tahun berdiri, Dusun Flobamora bukan hanya tempat menulis, tetapi juga ruang persaudaraan dan pertumbuhan.

Makna Filosofis: Sastra Sebagai Perekat Persaudaraan

Secara filosofis, Dusun Flobamora bukan sekadar komunitas sastra, melainkan ruang kebersamaan yang menumbuhkan semangat bersaudara dan berkarya.

“Kami tidak memiliki sistem rekrutmen formal. Siapa saja yang datang dan ingin berkarya, kami anggap saudara. Kami selalu memotivasi anggota untuk terus membaca dan menulis, saling mengapresiasi dan mengkritik demi kemajuan bersama,” jelas Romo Amanche.

Semangat kebersamaan ini juga tercermin dalam kegiatan rutin komunitas, seperti kelas menulis, festival sastra, dan kolaborasi dengan komunitas lain di dalam dan luar negeri.

Jurnal Santarang: Konsistensi di Tengah Tantangan

Jurnal Santarang, yang awalnya terbit bulanan, kini terbit setiap tiga bulan. Meski menghadapi keterbatasan sumber daya manusia dan dana, konsistensinya tetap terjaga.

Penulis Mario F. Lawi, dalam wawancara dengan Metrum.id, menyoroti dampak Santarang dalam dunia kepenulisan Indonesia. “Jurnal ini telah menjadi ruang bagi banyak penulis, bukan hanya dari NTT, tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia. Banyak penulis yang kini dikenal berawal dari mengirimkan karyanya ke Santarang,” ujarnya.

Selain itu, komunitas ini juga aktif mendorong penerbitan karya penulis NTT, memastikan bahwa potensi sastra daerah mendapat tempat di kancah nasional.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski telah berjalan selama 14 tahun, Dusun Flobamora masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah sifat keanggotaannya yang cair.

“Kami tidak memiliki kartu anggota atau struktur organisasi yang kaku. Banyak anggota yang datang dan pergi, terutama mahasiswa yang setelah lulus kembali ke daerah asalnya. Akibatnya, program jangka panjang sering kali bergantung pada teman-teman di Kupang,” jelas Romo Amanche.

Tantangan lain adalah belum adanya sekretariat tetap. Namun, di tengah keterbatasan, komunitas ini tetap bertahan dan terus berkembang.

“Harapan kami, Dusun Flobamora tetap bertumbuh, bersaudara, dan berkarya. Santarang tidak boleh mati, seperti sabana yang luas, lontar yang berguna, dan karang yang teguh berdiri. Semoga karya kami terus menyebar, menginspirasi, dan membawa manfaat,” tutupnya.