Oleh: Sandryaka Harmin
Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana
METRUM.ID – Sejak beberapa dekade terakhir para peneliti memprediksi akan hadirnya kemajuan pesat di bidang teknologi robotik. Mereka berasumsi manusia mungkin akan lebih individualis dan tak lagi mempertimbangkan hubungan antar manusia sebagai hal urgen.
Hal ini persis ditampilkan dalam beberapa karya film seperti Her (2013) yang menggambarkan bagaimana situasi di masa depan dan betapa hubungan sosial antar manusia sudah mulai pudar.
Her merupakan sebuah film drama romantis bergendre fiksi ilmiah. Disutradarai oleh Spike Jonze dengan Joaquin Phoenix sebagai Theodore sang tokoh utama dan Scarlett Johansson sebagai pengisi suara Samantha sebuah sistem operasi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Film yang dirilis pada tahun 2013, menceritakan Theodore Twombly, seorang pria yang baru saja mengalami perceraian dan menemukan kasih sayang dalam bentuk sistem operasi berbasis kecerdasan buatan bernama Samantha.
Theodore adalah seorang penulis surat cinta profesional yang menghadapi masalah emosional pasca perceraiannya. la kemudian memutuskan untuk mencoba OS-1, sebuah sistem operasi berbasis kecerdasan buatan yang dirancang untuk memahami dan memenuhi kebutuhan penggunanya. Samantha, suara dari OS-1, mulai berkembang menjadi kepribadian yang kompleks dan Theodore menjalin hubungan emosional yang dalam dengannya.
Berdasarkan sinopsis singkat di atas film ini Kelihatannya tidak jauh berbeda dengan film-film drama romantis bergenre fiksi ilmiah pada umumnya. Namun bagi
saya pribadi rasanya sedikit lebih dari itu. Saya juga tidak akan menonton kalau film ini cuma sekedar film fiksi ilmiah. Tapi pada taraf tertentu sudah layak dan wajar jika film ini dibahas dalam koridor masa sekarang dimana kemajuan dan perkembangan digital terutama artificial intelligence semakin masif dan sporadis. Her memiliki naskah yang sangat kuat dan mendalam. Spike Jonze berhasil menggambarkan perjalanan emosional Theodore dengan sangat detail dan sensitif. Her bukan hanya mengisahkan cinta antara manusia dan Al, tetapi lebih dari itu ia juga mengisahkan tentang kesepian, kehilangan, dan pencarian identitas.
Theodore yang sedang mengalami perceraian merasa terasing di tengah keramaian
dunia yang semakin terhubung secara digital. Kondisi ini menggambarkan realitas manusia saat ini, di mana konektivitas digital semakin meningkat namun kehidupan sosial nyata seringkali terabaikan. Filsuf kontemporer seperti Sherry Turkle dalam karyanya alone together (kesepian bersama) mengungkapkan bahwa di masa sekarang di tengah kedigdayaan globalisasi dan teknologi orang-orang terhubung secara digital tetapi terasing secara emosional. Dalam kesepian bersama, Turkle membahas Bagaimana teknologi terutama kecerdasan buatan dan perangkat digital mempengaruhi cara kita berhubungan dengan diri kita sendiri dan dengan orang lain.
Dalam Her, Theodore yang merasa kesepian dan terasing setelah perceraian membentuk hubungan emosional yang dalam dengan sistem operasi bernama Samantha. Samantha sebagai kecerdasan buatan yang sangat canggih dan mutakhir mampu berempati dan memberikan respon yang terbilang sangat manusiawi. Meskipun ada aspek yang sangat memuaskan dan mendalam dalam hubungan ini Theodore sadar bahwa itu adalah hubungan yang tetap terpisah dari dunia nyata manusia yang ia hadapi dan jalani sehari-hari karena Samantha bukanlah makhluk fisik yang bisa hadir secara langsung.
Jadi meskipun teknologi seperti artificial intelligence dapat bersifat hampir manusiawi dengan berempati dan memberikan kenyamanan bagi banyak orang pada akhirnya hal itu seringkali memperdalam kesepian manusia. Her sukses merepresentasikan keadaan ini: Theodore dapat merasa lebih terhubung melalui teknologi namun di sisi lain ia kehilangan kemampuan untuk berhubungan dengan manusia lain secara langsung dan mendalam (face to face). Kehadiran Samantha tetap tidak bisa menggantikan hubungan manusia yang lebih nyata dan kompleks. Kecerdasan buatan memang menawarkan kenyamanan yang kadang terasa lebih aman dan mudah namun juga mengarah pada isolasi yang lebih besar di mana manusia kehilangan keterampilan untuk berinteraksi dengan orang-orang di dunia nyata.
Melalui film ini kita semua diingatkan bahwa meskipun kita terhubung lebih banyak dengan teknologi kita tetap perlu menjaga hubungan manusia yang lebih dalam dan saling memahami. Apakah kamu lebih banyak menghabiskan waktu berselancar di dunia maya selama sehari?
Film Her juga menyinggung tema etika dan privasi. Dalam sebuah adegan Theodore membagikan informasi pribadi dengan Samantha yang memiliki akses penuh keberbagai aspek kehidupannya. Sebagai manusia yang lahir tumbuh dan berkembang di era digital saya sangat memahami dan empati terhadap kondisi tersebut. Di mana ada suatu kekhawatiran tentang privasi digital. Semakin hari muncul begitu banyak kasus yang melibatkan teknologi terutama artificial intelligence sebut saja beberapa diantaranya peretasan data pribadi bahkan menimbulkan kejahatan yang semakin masif seperti terorisme. Bagaimanapun canggihnya artificial intelligence dia tetaplah sebuah produk buatan manusia yang memiliki cacat celah. Jadi alangkah baiknya setiap orang perlu arif dan bijak dalam memanfaatkan artificial intelligence terutama dalam hal memuat kiriman (posting). Karena faktanya dunia digital menjadi lahan baru bertumbuhnya kejahatan.
“Her” adalah sebuah film yang sangat relevan dengan zaman sekarang, tidak hanya karena kemajuan teknologi yang ditampilkan, tetapi juga karena tema-tema yang diangkat. Film ini mengajak penonton untuk merefleksikan isu-isu seperti kesepian, hubungan manusia dan teknologi, identitas, etika, dan privasi dalam era digital.
Melalui kisah Theodore, Her memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana teknologi dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
“Al adalah kesempatan bagi kita untuk membuat dunia menjadi baik, tapi juga merupakan ancaman jika kita tidak menggunakannya dengan bijak.” – *Stephen Hawking
Rujukan:
* Harari, Yuval Noah. (2018). 21 Lessons. 21 Adab Untuk Abad ke-21. Manado: CV. Global Indo Kreatif.
* Russell, Betrand. (2019). Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.. * Lk21 https://d21.team/her-2013/. Diakses pada Selasa, 28 Januari 2025 pukul 08.00 WITA.