METRUM.ID – Tingginya kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Sikka, menjadi atensi khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka. Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, Ketua Divisi Perempuan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan Flores (TRuk-F) menjelaskan bahwasannya ada tren Peningkatan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Tahun 2024. “Ini Juli 2024 saja sudah banyak. Belum kita lihat bulan kemarin dan tahun lalu. Kalau ada yang tanya ada peningkatan ya pasti saya jawab ada peningkatan” pungkasnya.
Merespon tren peningkatan ini Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka, melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A), melaksanakan Program Sosialisasi & Pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan di Desa/Kelurahan.
Sabtu, 21 Desember 2024, Tim Metrum.id berkesempatan meliput kegiatan Sosialisasi dan Pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak yang bertempat Kantor Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka.
Kegiatan ini dibuka dengan resmi oleh Lurah Kota Uneng Ignatius Bataona, S.E yang pada kesempatan itu juga menyatakan kesanggupan dan komitmennya untuk mendukung dan memfasilitasi program tersebut. “Sebagai Lurah saya sangat mendukung kegiatan ini, karena kegiatan ini sangat membantu masyarakat dalam upaya pencegahan,pengendalian dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya di wilayah Kelurahan Kota Uneng”.
“Kita bersyukur, karena dari sekian banyak kelurahan di Kabupaten Sikka ini, Kelurahan Kota Uneng terpilih menjadi salah satu Kelurahan yang mendapatkan Sosialisasi dan Pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak. Selain dikarenakan belum adanya Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak di Kelurahan ini, juga maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kelurahan Kota Uneng juga menjadi alasan mengapa Dinas P2KBP3A memilih Kelurahan ini”.
“Kota Uneng merupakan salah satu kelurahan di Kabupaten Sikka yang mengalami Urbanisasi terbesar mulai dari penduduk yang ada di pulau dan juga yang di daratan flores, sehingga karakteristik penduduk di Kelurahan ini sangat Heterogen” tambahnya.
Aseldi Lio Utapara, S.E.,M. Sos Narasumber dari Dinas P2KBP3A mengatakan kegiatan sosialisasi dan pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa ini telah dilaksanakan selama dua tahun dan berhasil menyentuh 52 Desa. “Target kita dari pelaksanaan kegiatan ini, adalah untuk memberikan pendidikan dan membangun kesadaran Masyarakat Desa akan pentingnya Pemberdayaan dan Perlindungan Anak. Dengan tujuan utamanya memberikan pemahaman kepada Perempuan dan anak tentang hak dan kewajibannya”.
“Kita memiliki Visi bahwa di Kabupaten Sikka ini harus terbentuk banyak Desa Ramah Perempuan dan Anak, agar komitmen kita dalam Pembangunan Daerah yang dimulai dari Desa yang merupakan akar rumput dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta berkelanjutan” tambahnya.
Perlu diketahui bahwa Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) merupakan program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang dijalankan sejak November 2020. Program ini mendefinisikan desa sebagai desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak ke dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa yang dilakukan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan.
Dalam Pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, ada 10 Indikator yang harus dipenuhi setiap desa. Dari 10 Indikator, 4 Indikator merupakan indikator kelembagaan dan 6 indikator lain merupakan substansi dari 5 Arahan Presiden.
10 Indikator capaian DRPPA yang dimaksud, antara lain;
Adanya pengorganisasian Perempuan dan Anak di Desa, seperti pembentukan lembaga perlindungan perempuan dan anak, atau pembentukan organisasi dan lembaga desa yang mengakomodir perempuan dan anak sebagai bagian dari strukturnya. Hal ini dimaksudkan agar tiap kepentingan anak dan perempuan dapat terakomodir dalam setiap perencanaan pembangunan desa. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuan berpikir kritis anak dan perempuan secara terpadu dengan upaya peningkatan keahlian hidup.
Tersedianya Data Desa yang memuat Data Pilah tentang Perempuan dan Anak, termasuk pembenahan manajemen data pilah dan data gender oleh desa dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Desa (SID), guna mempermudah sosialisasi data pilah dan data gender kepada masyarakat.
Tersedianya Peraturan Desa (Perdes) tentang Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, yang digarap melalui forum diskusi warga. Kemudian hasil pembahasan yang disepakati akan di ditetapkan dalam musyawarah BPD dan disosialisasikan kepada masyarakat desa.
Tersedianya Pembiayaan dari Keuangan Desa dan Pendayagunaan Aset Desa, untuk mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, melalui Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Desa. Kelompok perempuan dan kelompok anak wajib berpartisipasi dalam mengakses dan mempengaruhi pendayagunaan keuangan Desa dan aset Desa pada tahapan perencanaan pembangunan Desa.
Persentase Keterwakilan Perempuan di Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Dimulai dengan pendataan keterlibatan dan persentase perempuan dalam setiap forum pengambilan keputusan, peningkatan kapasitas keterlibatan perempuan dan penguatan kapasistas bagi perempuan yang sudah terlibat.
Peningkatan Persentase Perempuan Wirausaha di Desa, Utamanya Perempuan Kepala Keluarga, Penyintas Bencana dan Penyintas Kekerasan yang memiliki pemahaman dan kemampuan diri dalam bidang sosial, hukum dan pengetahuan lainnya yang terkait kehidupan perempuan dan anak.
Terwujudnya sistem Pengasuhan Berbasis Hak Anak. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan semua anak ada yang mengasuh, baik oleh Orang tua kandung, Orang Tua Pengganti maupun pengasuhan Berbasis Masyarakat melalui Pembiayaan dari Desa.
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) dan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) serta Pencegahan dan Penanganganan Pekerja Anak dan Anak yang Menikah di bawah usia 18 Tahun (Perkawinan Usia Anak). Ketiga poin diatas dapat dilakukan melalui pendataan dan analisis terhadap perempuan dan anak penyintas kekerasan, Pelibatan Lembaga adat, Pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak, serta penyediaan layanan pengaduan, pendampingan dan monitoring kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ignatius Bataona Lurah Kota Uneng menjelaskan, bahwasannya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan dan Anak di Kelurahan Kota Uneng menjadi sebuah urgensi. Hal ini dikarenakan, di Kelurahan Kota Uneng terdapat banyak Kos-kosan dan Hotel atau Tempat Penginapan yang sering menjadi titik lokasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Harapannya bahwa dengan dilaksanakan kegiatan dan pembentukan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak di Kelurahan ini dapat menyentuh secara intensif dan mengakselerasi setiap tindakan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak” lanjutnya.
Kegiatan ini kemudian diakhiri dengan agenda pembentukan Struktur Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kelurahan Kota Uneng, yang direncanakan akan di SK-kan pada Januari 2025 mendatang.
“Kami titipkan Perempuan dan Anak yang ada di wilayah Kelurahan Kota Uneng, Kepada anda-anda yang hari ini dipilih menjadi pengurus Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kelurahan Kota Uneng pada hari ini. Semoga dengan momentum ini, Pemberantasan Kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Sikka dapat berjalan dengan lebih masif lagi” tutup Aseldi Lio Utapara, Narasumber dari Dinas P2KBP3A.