METRUM.ID – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi penyaluran belanja hibah kepada lembaga keagamaan di Kabupaten Tasikmalaya. Penyaluran dana ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023.
Mulanya, dugaan korupsi ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat melakukan audit terhadap pengelolaan belanja hibah tahun anggaran 2023 di Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya.
“Program hibah keagamaan ini menelan anggaran hingga hampir Rp 30 miliar, dengan rincian Rp 28,89 miliar dalam anggaran murni dan bertambah menjadi Rp 29,96 miliar dalam anggaran perubahan,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Kombes Hendra Rohmawan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/4/2025).
Hendra menerangkan, penyaluran dana hibah dilakukan melalui Badan Kesbangpol dan Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Kabupaten Tasikmalaya, dengan total 40 lembaga penerima. Hasil audit dari Inspektorat dan BPK itu menemukan sejumlah kelemahan dalam pengelolaan dana hibah. Di antaranya, tujuh penerima hibah senilai total Rp 550 juta belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ). Sementara satu lembaga tidak mengajukan pencairan dana, sehingga sisa anggaran sebesar Rp 50 juta tidak terserap.
Pihak kepolisian saat ini masih mengumpulkan bahan keterangan dan dokumen terkait. Sebanyak 12 orang telah dimintai klarifikasi, termasuk pejabat dari Kesbangpol, Bagian Kesra, BPKAD, dan perencanaan daerah.
Kemudian akan dilakukan klarifikasi lanjutan terhadap para penerima hibah dan melengkapi dokumen terkait. “Meskipun hanya berstatus sebagai saksi, yang bersangkutan tetap memiliki kewajiban untuk memberikan keterangan secara lengkap dan jujur dalam laporannya kepada pihak berwenang,” tutur Hendra.
Selain kasus di Kabupaten Tasikmalaya, Polda Jabar juga menangani perkara serupa di Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.
Gubernur Dedi Mulyadi Hapus Dana Hibah untuk Ponpes
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil kebijakan serius dengan menghapus alokasi dana hibah untuk pondok pesantren dalam APBD tahun 2025. Langkah ini lantas menimbulkan pro dan kontra karena sebelumnya tercatat lebih dari 370 lembaga yang direncanakan menjadi penerima dana hibah tersebut.
KDM sapaan akrab Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan memperbaiki tata kelola bantuan hibah yang selama ini dinilai tidak merata. “Ini upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola hibah, agar hibah ini tidak jatuh pada pondok pesantren yang itu-itu saja,” katanya, Kamis (24/4/2025).
KDM menekankan pentingnya distribusi yang lebih adil dan tidak berpihak pada kelompok yang memiliki akses politik. “Karenanya saya telah rapat dengan Kemenag seluruh Jabar. Ke depan kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan. Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah, yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik,” jelasnya.
Dengan tegas, dia menepis anggapan bahwa penghapusan dana hibah bernuansa politis. Menurutnya, selama ini bantuan kepada yayasan pendidikan keagamaan seringkali berdasarkan pertimbangan politik, bukan kebutuhan riil. Ia juga mengungkap temuan yayasan bodong yang menerima bantuan dengan nilai besar.
“Jadi ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama,” tuturnya.
Adapun dalam Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2025, hanya dua lembaga keagamaan yang tetap menerima hibah, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jawa Barat sebesar Rp 9 miliar dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor sebesar Rp 250 juta.